Pages

Jumat, 29 November 2013

Madura, Sudahkah Berdaulat Pangan??


           Saat menulis opini ini, perasaan saya berkecamuk. Jadi mohon maaf jika ada yang kurang sependapat dengan tulisan ini. Saya seorang mahasiswa gizi yang diajarkan menganalisis kondisi pangan di suatu daerah di Indonesia. Apakah sudah berdaulat atau masih rawan pangan. Kebetulan saya mendapatkan daerah DKI Jakarta. Mulailah saya belajar tentang cadangan pangannya seperti apa, ketersediaannya seperti apa, bagaimana NBM (Neraca bahan Makanan) & Skor PPH nya. Oya sedikit menjelaskan, melalui NBM ini kita dapat mengetahui situasi ketersediaan pangan di suatu wilayah dan skor PPH dapat menunjukkan keragaman produksi pangan. Kemudian timbul ide dalam otak saya saat itu, kenapa tak mencoba menganalisis keadaan pangan di wilayah MADURA. Saat itu rasanya excited banget. Mulailah saya mencari-cari data NBM ke teman-teman yang mendapatkan data wilayah Jawa Timur. Dan tau apa hasilnya?? Mereka bilang madura tak ada, yang ada hanya gresik, pasuruan dan kota-kota lain di Jawa timur. Harusnya, data pangan tentang Madura ada. Harusnya, karena mereka mendapatkan data tersebut dari badan ketahanan pangan provinsi Jawa timur (melalui web). Dalam hati saya bergumam, “okee tak mendapatkan disitu, mungkin saya bisa mencari sendiri”. Saya mulai mengotak-atik google, berselancar mencari info pangan di Madura. Tau hasilnya?? NOTHING. Saya yang kurang mencari atau memang informasi itu tidak diposting??. Saat itu saya seketika lemas di depan laptop. Saya, keturunan asli daerah Madura, bahkan tak tau bagaimana kondisi pangan diwilayah saya sendiri. Saya, putri asli daerah Madura, bahkan tak bisa menganalisis pangan di daerahnya sendiri. Sedih ketika harus menganalisis ketahanan pangan di daerah lain, sedih ketika ilmu yang saya dapat belum bisa saya aplikasikan untuk daerah saya tercinta. Asal kalian tau saja, saya menganalisis kondisi pangan di jakarta, tidak hanya menganalisis untuk tahun ini tetapi saya juga memproyeksikan pada tahun berapa Jakarta akan mencapai skor SPM (standar pelayanan minimal) yang itu artiya berdaulat pangan. Bahan pangan apa saja yang perlu ditingkatkan dan dikurangi. Bagaimana kecukupan energi dan proteinnya, sehingga saya bisa mengetahui apakah jakarta mengalami gizi buruk atau gizi lebih. Dan saya tidak bisa menerapkan itu semua ke daerah yang benar-benar saya cintai. Saya tak menyalahkan BKP daerah madura, saya juga tak menyalahkan dinas-dinas terkait disana. Saya disini hanya sedikit melampiaskan emosi saya, ketika saya sudah mempunyai ilmu yang dapat membantu pemerintah Madura dalam bidang pangan, rasanya....... ah sudahlah. Daripada mengutuk kegelapan lebih baik menyalakan lilin.
Yang perlu kalian ketahui disini, wahai putra-putra terbaik Madura bahwa soal pangan,  kita harus serius menangani dan mengelolanya. Pangan adalah prasyarat kehidupan yang harus kita jaga ketersediaannya. Oleh karena itu, menjadi sangat tepat jika dalam Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, telah diamanatkan betapa pentingnya kita mewujudkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan. Melalui "madhab" perpanganan itulah kita dituntut untuk dapat menyelenggarakan manajemen pangan yang berbasis pada sumber daya lokal dengan semaksimal mungkin mengurangi ketergantungan terhadap impor pangan.  Pentingnya pemanfaatan sumber daya lokal dalam pembangunan pangan, tentu sudah sama-sama kita kenali. Pangan, khusus nya "pangan pokok" adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi kehidupan. Pangan pokok inilah yang mampu menyambung nyawa kehidupan setiap manusia. Akibatnya, kalau sekarang mulai muncul masalah "defisit pangan" atau pun "defisit lahan", maka hal tersebut sangat pantas disebut "lampu kuning" pembangunan pangan. Untuk itu, agar tidak menjurus menjadi "lampu merah", kesungguhan dalam mengelola pangan berbasis sumber daya lokal adalah kata kunci yang harus kita jadikan acuan dalam berkiprah. Berikut ini merupakan persebaran pangan pokok di daerah Madura
No
Macam umbi-umbian
Madura
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep
1
Ubi kayu
44,38%
9,06%
11,41%
13,13%
10,78%
2
Ubi jalar
21,72%
6,72%
7,03%
4,38%
3,59%
3
Bentul
3,91%
-
0,63%
3,28%
-
4
Umbi
13,75%
5,00%
4,22%
4,53%
-
5
Ganyong
1,41%
1,41%
-
-
-
6
Gadung
4,69%
3,28%
0,94%
0,47%
-
7
Garut
0,47%
0,47%
-
-
-
8
Suweg
-
-
-
-
-
9
Talas
9,69%
3,28%
0,78%
5,16%
0,47%
Sumber            : Peneliti Fakultas Pertanian Universitas Trunujoyo
Kualitas konsumsi pangan masyarakat di Madura dipantau  dengan menggunakan skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang dipengaruhi oleh keragaman dan keseimbangan konsumsi antar kelompok makanan. Kalau hanya data kelompok pangan pokok seperti di atas, jelas skor PPH tak bisa dihitung. Harus ada data tentang kelompok pangan hewani, sayuran & buah, buah/biji berminyak, kacang-kacangan dan kelompok pangan lain. Madura sebagai daerah otonom memiliki kewajiban dalam menyelenggarakan urusan ketahanan pangan, salah satunya yaitu upaya pencapaian SPM bidang penganekaragaman dan keamanan konsumsi pangan. Indikator SPM tersebut yaitu minimal 90% dari AKE 2000 kkal/kapita/hari dan skor PPH 100 harus tercapai pada tahun 2015. Hal ini menjadi isu strategis karena konsumsi pangan penduduk Madura merupakan output pembangunan ketahanan pangan di daerah Madura.  Itu saja informasi yang ingin saya share tentang Madura. Suatu saat nanti, saya akan menemukan data itu, bahkan mungkin bisa jadi yang mengurusi data pangan itu. karena apa? Karena Madura membutuhkan kita. Harapan kita anak-anak Madura, generasi penerus tanah garam, adalah terbentuknya Madura yang berdaulat pangan. Mudah-mudahan para 'pejuang pangan" dapat berdampingan diposisinya masing-masing. Mulai dari pengambil kebijakan hingga para pelaksana di lapangan.

Sakinah Ulfiyanti
29 November 2013
Dramaga, Bogor


0 komentar:

Posting Komentar