Pages

Selasa, 26 Juni 2012

POTENSI BUJANG (BUBUR JAGUNG BELALANG INSTAN) SEBAGAI ALTERNATIF MENU DIET PADA TAHAP REHABILITASI PENDERITA KEP BERAT DI NUSA TENGGARA TIMUR


Era globalisasi menuntut setiap negara untuk melakukan pembangunan yang berkesinambungan. Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia suatu bangsa diperlukan guna terwujudnya keberhasilan pembangunan. Salah satu faktor yang sangat penting dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia adalah gizi. Palaguna (1999) menyatakan bahwa masalah gizi akan berdampak negatif pada sumber daya manusia dan perekonomian nasional.
Salah satu masalah gizi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, khususnya negara-negara berkembang seperti Indonesia adalah permasalahan kurang energi protein (KEP). Berdasarkan data Riskesdas (2010), prevalensi balita KEP secara nasional adalah 17,9% dengan 4,9% diantaranya adalah KEP berat. Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu propinsi di Indonesia dengan persentase balita KEP cukup tinggi yaitu mencapai 29,4%, dengan 9% diantaranya mengalami KEP berat. Balita yang mengalami KEP berat rentan terkena penyakit infeksi dan beresiko mengalami kematian (Arisman, 2007). Keterlambatan dalam pemberian pelayanan gizi yang tepat terhadap balita KEP berat akan meningkatkan resiko kematian dan memicu kerusakan sel dan jaringan yang permanen, sehingga menjadikan balita tersebut tumbuh menjadi sumber daya yang cacat.
Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Depkes (2006),  pemberian diet pada balita KEP berat terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap stabilisasi (1-7 hari), tahap transisi (minggu ke 2-3), dan tahap rehabilitasi (minggu ke 3-6). Pada tahap stabilisasi, balita diberikan ASI dan tambahan makanan cair formula WHO (F-75 dengan 75 kkal energi). Tahap transisi diberikan ASI dan makanan cair formula WHO (F-100 dengan 100 kkal energi). Pada tahap rehabilitasi, balita mulai diberi makanan lumat yang padat gizi disamping pemberian formula WHO F-100 dan ASI. Formula WHO diberikan secara gratis oleh pemerintah. Sedangkan pengadaan makanan lumat biasanya dilakukan oleh keluarga balita sendiri. Keluarga yang memiliki akses rendah terhadap bahan pangan dan mempunyai daya beli rendah seringkali kesulitan dalam pengadaan makanan lumat tersebut.
Salah satu upaya untuk membantu penatalaksanaan masalah KEP berat di NTT adalah dengan mengembangkan suatu produk makanan lumat tinggi energi dan protein. Pengembangan produk tersebut dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya lokal wilayah agar mudah diakses sekaligus sebagai upaya dalam peningkatan diversifikasi pangan di wilayah tersebut. Pangan lokal yang potensial untuk dikembangkan di NTT adalah jagung.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik NTT (2010), produksi jagung di NTT cukup tinggi, yaitu mencapai 521.220 ton pada tahun 2009. Akan tetapi tingkat konsumsi hanya berkisar 164.064 ton (14 %). Hal ini sangat bertolak belakang dengan konsumsi beras yang mencapai 467.460 ton (82%) padahal produksi beras di NTT hanya 335.236 ton (defisit beras). Selain itu, jagung merupakan sumber makanan pokok yang memiliki kandungan energi dan protein lebih tinggi dibandingkan beras.
            Seperti serealia lain, jagung mempunyai mutu protein rendah. Protein jagung defisien asam amino lisin. Oleh karena itu, perlu penambahan bahan pangan hewani dengan mutu protein tinggi pada pangan olahan jagung. Sumber protein hewani yang potensial untuk dikombinasikan dengan jagung sebagai pangan olahan di NTT adalah belalang kayu (Melanoplus cinereus). Keberadaan belalang kayu di NTT sangat melimpah, terutama di saat musim tanam jagung. Sejauh ini, belalang  kayu hanya di anggap sebagai hama oleh para petani di NTT dan pemanfaatanya sebagai makanan belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, pengkajian potensi BUJANG (Bubur Jagung Belalang Instan) sebagai alternatif menu diet pada tahap rehabilitasi penderita KEP berat di Nusa Tenggara Timur penting untuk dilakukan. Diharapkan balita penderita KEP berat memperoleh makanan lumat yang memiliki kandungan energi dan protein tinggi serta komposisi asam amino lengkap pada tahap rehabilitasi. Sehingga, perbaikan berat badan dan status gizi balita akan berjalan lebih cepat.

0 komentar:

Posting Komentar